MENGAPA pria sering terlihat bergonta-ganti pasangan sebelum mereka memutuskan untuk menjalin komitmen serius menuju pernikahan? Hal ini wajar terjadi, karena merupakan bagian dari tahap perkembangan manusia.
Menurut Psikolog Bondan Seno Prasetyadi, berdasarkan teori Papalia & Olds, tahap perkembangan manusia terdiri dari beberapa tingkatan. Di mulai dari tahap prenatal, bayi, anak-anak awal, anak-anak akhir, pubertas, remaja, dewasa awal, dewasa madya sampai usia lanjut.
Menurutnya, masa pubertas dan dewasa awal merupakan masa di mana mereka membentuk identitas diri dan mulai bersosialisasi. Dengan demikian, di masa inilah mereka bebas memilih teman baik yang sejenis maupun lawan jenis. Sementara itu, masa pubertas merupakan masa di mana seseorang mulai mendapatkan perkembangan seksual yang matang. Masa pubertas pada pria mulai ditandai dengan mimpi basah, sementara pada wanita dengan menstruasi.
“Pembentukan pada masa remaja akan memberi dampak kematangan dan kepribadian yang akan dilanjutkan pada tahap dewasa awal. Adapun tugas perkembangan di tahap dewasa awal adalah mencari pasangan, menentukan pilihan untuk pendidikan dan karier,” papar Bondan saat dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Senin (18/2/2008).
Bila seorang pria berada dalam posisi cinta segitiga, terdapat banyak faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu berasal dari faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal merupakan kematangan seseorang berdasar pola asuh dan perjalanan diri pribadi.
“Di dalam hidup manusia itu memiliki standar atau kriteria yang muncul dari masa lalunya. Karena itu, seorang pria biasanya mencari pasangan yang kurang lebih mirip dengan ibunya,” ungkap almamater Universitas Guna Dharma ini. Sementara itu, tingkat pendidikan, aktivitas di organisasi atau karier yang ditempuh menjadi bagian dari faktor eksternal.
Masih menurut pria bersahaja ini, faktor utama yang menyebabkan seseorang menjalin hubungan cinta segitiga itu adalah karena kebutuhan dan keinginan. Nah, biasanya faktor utama yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi cinta segitiga itu adalah lebih besarnya keinginan daripada kebutuhan.
Pada akhirnya, terbentuklah perilaku seksual yang dapat dipicu oleh karier seseorang, tingkat pendidikan, faktor seks, dan keluarga.
“Di Indonesia tidak menganut nuclear family (keluarga inti), namun umumnya kita menganut pada extended family (keluarga besar). Sehingga biasanya seringkali keluarga turut campur dalam hal pemilihan pasangan hidup,” papar staf pengajar di Fakultas Hukum di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta itu.
Menurut konsultan untuk SDM di beberapa perusahaan itu, perilaku membagi perasaan dengan pasangan lain bila ditilik dari ilmu psikologi sah-sah saja dilakukan. Hal ini dikarenakan akan memberi dampak tingkat sosialisasi yang bagus dan terealisasinya pemenuhan kasih sayang seseorang.
Tetapi, lanjutnya, dalam hal perilaku itu tidak baik. Karena seseorang yang berada dalam posisi cinta segitiga itu tidak komitmen dengan ikatan percintaan dengan pasangannya. Sehingga memicu perilaku berbohong yang terus menerus dilakukan menjadi sebuah split personality (kepribadian ganda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar